27.4.12

Jingga

J i n g g a
----------------------------------------
Kamarku, 13 Maret 2012.
Ditengah badai, dulu aku masih berharap kau mendengar ini.. Terima kasih karena kau tak pernah tahu. Kini kau milikku selamanya dan takkan kulepas lagi.

* * *

Semburat jingga itu masih kurasa dalam hati kecilku. Dibawah cahaya gemintang dalam gulita malam ini. Ia seakan membawaku pergi , Tuhan. Kadang jauh, dan kadang juga mendekat denganMu. Jingga itu membuaiku dalam keindahan, dunia yang Kau ciptakan. Dan indera perasaan yang Engkau anugerahkan padaku. Aku jatuh cinta, Tuhan. Bukan untuk pertama kali, mungkin kesekiannya.

Dalam remang petang aku berfikir, adakah yang kudapat selain rasa kenafsuanku yang tak terbendung besarnya? aku bercanda ria ketika Jingga disampingku, melupakanMu kadang. Dan berbalik menangisinya saat Jingga pergi, disanalah kuingat Engkau.

Kututurkan padaMu semua yang kurasa tentang betapa Jingga telah merenggut hidupku, dan cintaku padaMu yang harusnya jauh lebih besar. Mengapa Jingga-ku harus hanyut pada adam? Mengapa harus Jingga-ku yang terlena oleh pesonanya? Aku tak harus menyesalinya, karena memang aku pula yang mengawalinya. Namun sungguh, Tuhan. Adam itu membutakanku atas cita dan asaku.

Aku kehilangan arah, seketika Jingga meninggalkanku.

Jatuh terhempas, meringkuk, meratapi, meluapkan peluhku di hadap sajadahMu. Mengharap untaian belas kasih dariMu untukku. Tuhan, bodohkah aku? Aku  yang melupakanMu, dan aku juga yang kini mmengharap cintaMu ada untukku. Jiwaku pupus, dan yang ada hanya dua pilihan antara hidup dan akhiri semua dengan mati. Aku punya cukup pahala untuk masuk surgaMu, Tuhan. Sedemikian fikirku. Aku mengingatMu dalam pedih. Aku mengharapMu dalam tangis.

Di keramaian pagi, mentari beranjak tinggi. Seirama dengan langkahku yang sedemikian layuh untuk meratapi hidup ini. hanya meratap, dan meratap. aku berfikir adakah kesempatan untuk pecundang sepertiku? Tuhan, kau beriku satu kesempatan berharga, dan sekejap mata aku menggagalkannya. Entah apa yang membuatku begitu bodoh dihadapMu. Kupanjatkan rangkaian doa harianku untukMu, berharap Kau mendengar, selalu, menjagaku dalam setiap langkah kesendirianku.

Aku berjalan dalam hampa, sepi, sendiri di sudut ruang balok ini. tak sama dengan kehidupanku, tak bisa kujelaskan panjang kali lebar kali tinggi. Aku tak cukup umur untuk tegar menceritakannya. Aku terlalu letih untuk Jingga kembali dalam kehidupanku. Hingga aku merasa tak setegar saat Jingga disisiku.

Aku bagai kelomang kecil yang hanyut terombang ambing disapu ombak. Aku hanya bersembunyi dalam kubah keegoisanku yang tak ada habisnya. Selamanya mengurung diri dan menanti ajal menjemputku. Aku kelomang kecil yang tenggelam dalam luasnya samudera bumi. Tersenyum paksa dalam tangis, meratapi kebesaran Paus, kecerdikan Lumba-lumba, keberanian Hiu, semangat Ubur-ubur, kecepatan Barracuda, kegigihan Salmon, pesona Bunga Karang, kekuasaan Pari, kesatuan Alga, kepasrahan Ganggang oleh ikan Lion. Aku tenggelam, Tuhan, Jingga ..

Aku menyusuri tapak yang entah dimana tujuannya. Hidupku hancur tak berkekuatan. Aku kehilangan. Kehilangan Jingga yang begitu dalam. Jingga-ku hilang. Bukan hilang, hanya aku begitu kehilangannya, Kau tahu, Tuhan, Jingga didepan mataku saat ini. Jingga-ku tak tahu bahwa ialah Jingga yang kumaksudkan. Tuhan, Oh, tuhan, beri aku kekuatan. Kudapati Jingga-ku tersapu badai, langitku kelam, Jingga-ku menemukan Jingga-nya.
Tuhan, beri aku kesempatan untuk membodohi diriku sekali lagi, aku pasrahkan Jingga-ku pada perlindunganmu, 

Aku tak inginkan apa-apa lagi, selain cintamu padanya yang kulihat dari kejauhan, itu sudah membuktikan betapa aku sanggup melakukan apapu yang kubisa, untukmu (meski itu membunuhku)


Jingga,
Aku pernah menyayangimu lebih dari ini.