22.6.15
So I guess God knows no better, but He knows the best.
Maulidia
5.6.15
This body is a mess we should be grateful of
Please let me be mean for a while. Or, probably you will feel the same about this.
That sometimes you realize your body is a whole amazing mess. Your organ systems you worship, they only worsen the mess.
So I hope you've reached this point.
The point I've seen no relevance between mind and speech. Between intentions and deeds. Expectations and realities.
I've felt like there's too much false alarms that finally bring us to misunderstandings. Little did we say what we mean, do exactly what we intended, or simply achieve what we want...even if we've been working hard on it.
I feel like I'm pretty much disintegrated that I dislike myself for being seen too pathetic at some point. For not getting what I want. For being not myself.
I wish I could invent a machine or a system to fix this problem. So people would stop faking theirselves, stop "tape over your mouth--scribbled out the truth with their lies" and simply remove masks from their faces. I'm done with lies already. Please stop acting so beautiful just to make me look like a fool.
4.6.15
Surat untuk Tuan
Hai Tuan, maaf jika akhir akhir ini berubah jadi aneh. Separuh diriku sedang kutinggalkan dibalik pintu. Entah sudah membusuk atau malah pergi ditiup angin.
Maaf aku menyebalkan. Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk mengertiku. Biarkanlah letupan-letupan kebencian itu menghiasi hari-harimu. Biarkanlah semua pikiran buruk tentangku bergentayangan di pikiranmu. Biarkanlah. Sebab aku ini begini adanya.
Semoga kamu tidak bosan menggangguku. Sebab semua ini hanya sementara. Lagipula, tidakkah kau akan merindukanku dalam waktu dekat ini? Aku yakin definisi diriku lebih dari kata-kata yang kau muntahkan dalam amarah. Kau akan menemukan aku yang sebenarnya ketika kau sendiri dan sepi.
Kau akan tahu bahwa aku yang sebenarnya,
adalah aku yang kau sadari dalam lamunanmu.
Yang dibenci,
Maulidia