10.4.16

Come back into the good life, lose these hazy love lies.

Truth, cries, and lies. If they're never spoken, how could I know?








Adalah sebuah pelarian. Distraksi. Semua ini, jika kau sadari.
Sadarkah kamu bahwa yang sedang kita lakukan hanyalah dan semata-mata membunuh waktu saja? Bahkan tidak hanya menyiksa waktu. Kita membuatnya menderita, kemudian kita membunuhnya. Kemudian, kita buang mayatnya. Tanpa mau menguburnya. Maksudmu apa? Biar orang-orang melihatnya?
Mungkin saja, suatu hari nanti ketika kita sudah tak ada, membunuh waktu akan jadi kejahatan moral yang paling sadis diantara yang lainnya.
Sedangkan kita, adalah yang pertama memulainya.



Lalu, jika memang begitu, mengapa kau membunuhnya?
Karena keadaan, Kawanku, adalah satu-satunya penjelasan. Jika kamu bertanya padaku, jawabanku akan benar-benar klise. Dan membosankan. Karena pada akhirnya, aku juga tahu bahwa satu hal tentang diriku tak pernah semisterius itu. Berapapun aku coba menutup-nutupinya. Berapapun kami mencoba untuk menutup-nutupinya dari dunia yang selalu ingin tahu ini.
Maka, kau bertanyalah pada keadaan-yang-maha-kuasa yang mengetahui segala-galanya. Ia akan menceritakan padamu semuanya, hingga kamu tertidur lelap dalam pelukannya. Tertidur, dalam tangis, jika perlu. Jangan terkejut jika nantinya, mungkin, kau akan menemukan cerita-cerita yang tak pernah kaudengar dari mulutku. Namun, jika memang ia mengatakannya, berarti hal itu benar-benar ada dan kau harus memercayainya dengan segenap jiwa.
Keadaan, kawanku, adalah yang merubah segalanya. Perasaanku, tak terkecuali. 

Wah. Memangnya, apa yang berbeda dari perasaanmu yang dulu dan yang sekarang?
Sejujurnya, perasaanku tidak pernah benar-benar berbeda. Hanya saja, saat ini, konteksnya sudah berbeda.
Dulu, aku merasakan sesuatu dan percaya bahwa harapan itu ada meski hanya secercah cahaya di langit yang gelap. Meski hanya sinar lentera ketika gulita. Dan bagian yang terbaik dari hari-hariku yang lalu, adalah pengharapan itu.
Kini, aku masih juga merasakan sesuatu itu dan aku tahu bahwa harapan itu ada meski hanya secercah cahaya di langit yang gelap. Oh, dan kurasa kamu juga perlu membaca ulang beberapa kalimatku barusan. Kamu akan menyadari bahwa ada perbedaan antara pengharapan dan pengetahuan, dan betapa dua hal itu merupakan faktor determinan.
Mengharapkan adalah, suatu kegiatan delusional dimana kamu menciptakan fantasi-fantasimu sendiri terhadap sesuatu. Hanya meyakini bahwa sesuatu itu ada, entah dimana dan bagaimana cara mendapatkannya. Berharap adalah ketika semua yang kamu lakukan hanyalah meraba-raba tanpa pernah bisa menyentuhnya. 
Mengetahui adalah pertanda bahwa kamu telah selangkah lebih cerdas dari, semata-mata, mengharapkan. Kamu telah mendapatkan informasi, bukti empirik, remah roti, jejak kaki, atau apapun tentang pengharapanmu itu. Secara teknis, kamu memang sudah lebih dekat dengan tujuan inisialmu. Namun, dalam tahap mengetahui, tidak ada yang menjamin bahwa pengetahuan yang kamu dapatkan adalah pengetahuan yang kamu inginkan. Jadi, pada akhirnya, pengetahuan itu sendiri akan membuatmu menahan langkah, berjalan mundur beberapa petak, atau bahkan kembali ke tempatmu memulai segalanya. (Untuk saat ini, aku beruntung hanya perlu menahan langkah.) Setidaknya, kini kamu sudah bisa menyentuhnya. Kebenaran yang selama ini kamu cari-cari.




Maka, sadarkah kamu bahwa yang sedang kita lakukan hanyalah dan semata-mata membunuh waktu saja? 


Pada akhirnya, mungkin saja semua itu akan kembali seperti sediakala. Meskipun ada pula kemungkinan "mungkin tidak seperti itu", tetap saja. Kita berdua, berharap, bukan? Namun, bodohnya (as I've always been), aku akan selalu jadi pahlawan kesiangan. Aku akan selalu menyesali semua keputusan yang kubuat secara tergesa-gesa. Aku akan selalu menemukan kebenaran sesaat setelah aku kalah. Dan kali ini, Kawan, adalah kekalahanku yang paling sempurna.



Sebab kali ini,
aku lupa memintamu
untuk tetap
tinggal.

29.2.16

Kita akan baik-baik saja selama kita memiliki 'kita'

Awal cerita yang selalu bahagia
Adalah skenario yang ditawarkan cinta
Namun hanya Tuhan yang tahu kemana
Perjalanan ini kan bermuara nantinya…

Kita sedang bahagia
Jangan buang waktu menerka-nerka akhirnya
Tenang aku disini
Selama kau disisi
Aku bejanji
tak ke mana mana

Mungkin saja esok mungkin saja lusa
Mungkin saja dunia sekejap jadi berbeda
Perasaan dan segenap cinta yang kau
Dan yang aku punya
Kan tetap sama...

Masa depan yang aku inginkan
Adalah membahagiakanmu
Mulai hari ini…

Bagai bulan dan bintang kita takkan terpisahkan
Kita trus bersama warna kita selalu terang itu jadi pegangan
Janganlah pikirkan masa depan yang jauh
Tujuan masih jauh nikmatilah saat ini
Toh bah kita bersatu kan kupegang tanganmu serta pelukanku
Cerita nanti biar nanti syukuri ini dulu

Kita sedang bahagia
Jangan buang waktu menerka-nerka akhirnya
Tenang aku disini
Selama kau disisi
Aku bejanji
Mulai hari ini hingga tua nanti

Tak kemana mana..
Tak kemana mana..



Sore ini Depok hujan, dan kuharap di tempatmu juga begitu. Aku senang sekali karena tadi aku iseng membuka YouTube dan menemukan lagu ini. Setidaknya, lagu ini membuatku lebih tenang karena beberapa waktu terakhir ini--kamu tahu--aku memutuskan untuk bersembunyi sehingga wajahku tak dilihat dunia lagi. Tapi pada akhirnya, aku merindukanmu juga. Sial.

Kau tahu, aku selalu suka lagu-lagu seperti ini. Dan sejujurnya, aku biasanya selalu memberitahumu meski pada akhirnya tidak kamu dengarkan juga :(. Kau bahkan menganggapku cengeng dan sensitif karena lagu-lagu yang kudengarkan seringkali melankolis. Namun, hei, kamu tidak tahu kan betapa susahnya jadi cewek yang menyukai orang seperti kamu selama itu? Hehehe.

Seperti kata lagu, kita sedang bahagia. Atau begitulah kurang-lebih yang kurasa. Meski kadang aku juga meragukannya, meragukan apa nanti jadinya jika tanpa atau bersama kamu, aku selalu berusaha untuk tenang dan menikmati perjalanan yang ada. Karena jauh di dalam hatiku, di sudut tergelap di sana, aku menaruh setitik keyakinan,
bahwa kamu juga merasakan hal yang sama,
meski enggan mengakuinya.

Maka jika kamu tidak bahagia,
Biarkanlah bahagia ini
aku nikmati sendiri.

Terima kasih sudah menemaniku melalui hitam dan putih masa remajaku. Semoga aku akan sempat menyanyikanmu lagu ini, suatu hari nanti.

Selama kau disisi, aku bejanji tak ke mana mana..

25.2.16

Dan jawaban dari pernyataan yang tidak akan (pernah) kau ucapkan adalah



"Aku selalu, meski kamu tidak."

Racauan malam-malam

Hai. Sudah lama sekali nggak nulis, rasanya canggung mau memulai. Belakangan ini memang jarang nulis karena
1) Sebulan lebih di Ponorogo, di rumah yang tidak ada wifi dan untuk tether dari hp rasanya eman sekali sama kuota
2) Di Ponorogo nggak banyak peristiwa. Kalaupun ada nggak worth posting. (Lah terus yang ini worth gitu -_-)
3) Sesampainya di Depok dan dapat wifi, malah sulit meluangkan waktu buat menulis. Alhasil, hanya tulisan macam inilah yang bisa kalian baca.

Btw, aku sekarang sudah masuk semester dua. Sekarang sudah jarang ikut latreg debate, sudah jarang jalan-jalan ke perpusat, dah jarang beli tempe mendoan ke MUI, apalagi sekadar membaca di selasar di tepi danau. Dulu, rasanya semua itu gampang sekali kulakukan. Pulang kuliah selalu masih siang dan malas pulang ke kosan, alhasil pulang kuliah hampir selalu take a walk dulu ke tempat-tempat favorit seperti yang aku tunjukkan di post sebelumnya. Sekarang, jadwalku tight sekali. Hanya satu hari dalam seminggu aku bisa pulang siang, sisanya selalu pulang kesorean. Itu pun hanya untuk kuliah, belum acara-acara lainnya. Mungkin karena beberapa hari aku masuk siang, jadi jam pulangnya harus mundur. Entahlah.

Tapi, meski jadwalku kurang bersahabat, matkul-matkulku yang sekarang jauh lebih keren daripada semester lalu. And thanks God I passed Sejarah Aliran Psikologi last term! Aku selalu takut dan males kalo harus ngulang matkul yang satu itu. Sekarang ini, aku ketemu dengan Neuroscience, Psychology of Learning, Social Psychology, sama Research Methods (meski masih deskriptif-statistik hehehe), sama satu lagi matkul wajib univ MPKT B (matkul kolaborasi multidisiplin ilmu like geografi biologi astronomi matematika filsafat dll all in one). Dosen-dosenku juga alhamdulillah asik-asik semua. Aku yang jebolan IPA sih ambiz pengen psikologi klinis jadi yha bayangkan betapa senangnya bertemu Neuroscience di semester ini meski sedikit rumit seperti hubungan kita ya nggak. Dan juga, berdua bersama matkul MPKT B mengajarkanku apa artinya kenyamanan kesempurnaan e-learning dan indahnya ngumpulin tugas tanpa harus ke kampus.

Oh iya, semester ini aku ada matkul wajib seni dan aku ambil Karawitan Jawa yoi because Imma Javanese lad. Sebenarnya agak lucu juga sih karena aku orang Jawa yang belajar Karawitan Jawa di tanah Sunda tapi ya udahlah. Teman-teman sekelasku di kelas seni kebanyakan dari luar Jawa, mostly Jakarta dan daerah-daerah Sumatera dan Lampung. Banyak dari mereka yang pengen belajar karawitan which I found myself so pitiful karena aku bahkan dulu nggak kepikiran buat nyeriusin belajar karawitan. Now that I really do belajar karawitan, ternyata nggak sesimpel yang aku bayangkan. Aku juga baru tau ternyata notes gamelan itu beda dari notes piano yang diatonis. DAN MAIN GENDER GA SEGAMPANG MAIN KEYBOARD LID WKWK SKREW U. Tapi overall, aku suka banget mainin gamelan! Sekarang udah apal dong jenis-jenis gamelan apa aja hehehe. Musik karawitan itu menghasilkan bunyi yang khas dan harmonis, dan dengung gong agengnya itu lho....it resonates sampe ke tulang-tulang. Membuat kelas ini worth taking banget.

And I think it sums up that semester ini padat dan menyenangkan. Aku suka.



Terlepas dari kehidupan kampus, sebenarnya banyak hal terjadi belakangan ini. Cuma, aku selalu nggak tau gimana caranya menuangkan dalam kata-kata. Aku bingung mulai dari mana bercerita, dan belum yakin mana hikmah yang bisa aku timba.

Mungkin kamu bisa bantu memilihkan?
Haha, canda. Diamlah dan membacalah saja. Gaenak kan dibercandain?

Beberapa waktu lalu aku habis nonton film Paper Towns.
Rada nyesek juga kenapa endingnya para lakon nggak barengan. Instead, pas Quentin menyatakan cinta Margo malah bilang "I don't even know who I am". Sedih sih. Karena sebagai penonton, we demand something more. Something bigger than just a "No" from an asking to be together. Bayangkan, perjalanan Quentin yang sudah sebegitu jauhnya, bahkan dia sudah mengorbankan sahabat-sahabatnya, cuma dibalas dengan penolakan Margo. Kan sakidh all over the air.



NAMUN.
Film itu berhasil membuatku penasaran. Akhirnya aku menonton lagi untuk kedua, dan ketiga kalinya. Aku mencoba untuk menemukan true meaning dari ending film tersebut. Dan kurasa, aku berhasil.

Keberhasilanku itu bukan karena aku nonton film sebanyak tiga kali sih, namun karena hal itu, hal yang terjadi pada Margo, terjadi padaku juga. And this time it was for real. It was when someone you trust claimed to have known so much about you, and you became angry. Kenapa harus marah? Ya iyalah, karena in the end kamu sadar bahwa seseorang yang kamu percayai itu sudah terlampau sok tau soal hidup kamu. Dia ngejudge kamu dan bilang bahwa kamu bakal gini dan gitu kalau kamu gini dan gitu. And in fact, dia nggak tahu apa-apa, every single damn thing. I was like, hello, who are you to say such things? Are you a god?

Dia bahkan nggak ada di sana saat kamu berada di masa-masa sulit. Di saat kamu lagi down-downnya jadi orang dan dia nggak bisa diajak berbagi, itukah yang dimaksud sangat mengenalmu? Karena nyatanya, lo nggak pernah bener-bener kenal siapa gue, men. Lo cuma tau apa yang lo tau dari gue. Itu yang pertama.

Kedua, tentang orang-orang di sekeliling kita yang demand more, kadang kita emang harus ambil risiko ya. Nggak selamanya yang banyak orang pikir baik, bakal baik buat diri kita juga. Kayak kalo mau beli barang, meskipun testimoninya banyak dan bagus-bagus, in the end kita sendiri yang bakal memutuskan mau beli atau enggaknya. Emang sih, pada awalnya mereka mungkin bakalan slightly benci kamu karena kamu nggak memenuhi ekspektasi mereka. Tapi aku yakin at some points they're gonna look back and understand why we did what we did. Dan kadang, mereka bakalan nyesel karena pernah memaksakan keyakinan mereka kepada kita. We all will eventually see the truth. Emang waktu yang dibutuhkan buat kejujuran rada lama sih, nunggunya juga rada capek, tapi efek leganya itu yang everlasting.

Jadi dari film tersebut dapat kita simpulkan bahwa
1) Nyatakanlah cinta, tapi jangan memaksa untuk dimiliki
2) Apa yang banyak orang pikir cocok buat kita nggak selalu cocok buat kita

Well..
Kira-kira demikian dulu. Jangan cap aku sebagai tukang baper ya, because I really am not. Sisi baper itu sekali-kali juga harus muncul sebagai pertanda bahwa kita, manusia, memiliki hati untuk merasa. Meski aku gak yakin kamu punya hati dan perasaan buat aku hmm  Okay bye!

20.2.16

Setelah sekian lama, pertanyaanku hanya akan ada satu saja.
Mengapa?