"Ya ampun, Boo! Hanya ini?! Aku tak percaya kau tega sekali .." Tangis Evan pecah.
Belum lama kok, Evan bilang padaku kalau dia tak akan menemuiku lagi, tak akan katanya. Kalian tanya gimana perasaanku? Biasa ...
***
Sekian tahun berlalu, juga bangku di depan Granny's Waffle sudah begitu lama ditinggalkan. Sejak The Fifth bubar, eh, maksudku pecah, eh bukan, maksudku, tanpa sadar, berpisah. Biasanya lima anak itu masih mengobrol disini. Ya, memang menurutku tempat yang bagus dan enak untuk berkumpul. Pemandangan Sungai Halton yang tiada tandingannya, pohon Ek besar diatas kepala, aroma waffle bercampur kopi latte dari dalam kios kecil itu. Ah, begitu-sulit-dilupakan.
Aku terduduk disana, membayangkan Neil masih ada. Dan semua itu membuatku merasa lebih baik. Aku biasa seperti ini, tersenyum (sendiri) dan berimajinasi tentang apapun yang aku inginkan -- yang aku ingin itu menjadi nyata, disini. Sehingga Papa Buzz -- pemilik kios waffle -- tak pernah heran waktu aku tertawa waktu memandangi sungai besar itu. Oh, Neil .. Andai kamu disini ..
"BAAHH!!" ada suara. "Kali ini apa, Boo?"
"Neil" jawabku singkat. "Aku merindukannya,"
"Benarkah?"
"Tentu. Pergilah kau, Gendut!"
"Hahahahaha .. Apa Kau akan terus-terusan melamunkan orang-orang aneh yang Kau anggap jiwa-mu itu?"
Aku terdiam.
"Boo, lihat aku," Buzz menghela nafas, "Jika Kau menginginkannya, kurasa Kau harus memulainya.."
Aku memalingkan pandanganku, "Menurutmu begitu?", Buzz mengangguk.
"Untuk apa?" tanyaku lagi.
"Hati kecilmu yang kesepian."
Aku menghela nafas. "Gadis berambut blonde tadi dari sini," kata Buzz, dan Aku tak ingin tahu. "Emmh, sudah ya, Boo, pesanan masih banyak! Daah!" Buzz menepuk bahuku.
"Apa tadi Aku menyuruhmu kemari?"
*
Hari Kamis.
Satu-satunya yang tersisa, yang kutahu hanyalah Aku dan Evan, namun Evan meninggalkanku begitu saja. Neil sudah tak ada. Jesse dan Roxy? Aku benci mereka. Ayolah, Boo .. hilangkan kebencianmu itu, Kau pasti bisa! Teriakku dalam hati. Ah! Aku menyerah, lantas kuamuk semua orang, dan kuhancurkan barang-barang di kamar Woody-ku. Itu biasa. Aku pernah lebih dari itu, makanya, banyak gunting di ranjangku. Bedanya, Aku jarang merasa kesakitan.
"Mengapa semua orang membenciku?!!"
Di kaca, aku melihat diriku lagi. Potongan rambut yang tak tentu arah. Overall dengan kaos gambar Tom and Jerry yang tak pernah kulepas sejak empat hari terakhir ini. Bando dengan dua sungut merah. Kaos kaki gambar bendera Amerika. Wajah lonjong berkulit cerah dengan sedikit debu di sana-sini. Berkalung Burung hantu. Dan sepatu Toms-ku yang aku lupa kapan terakhir kali aku mencucinya. Apa yang salah? Aku cantik, bukan? Ah, mereka jahat!
Aku berlari turun tangga, dan mengambil jaketku.
"Ma, aku mau main!"
Tak ada jawaban berarti itu tandanya "Iya". Aku berlari menembus hujan.
Aku suka cuaca seperti ini, dan tak jarang juga aku main waktu hujan. Tak ada yang meneriakiku, karena suara mereka kalah dengan halilintar dan hujan. Tak ada yang mengejarku, karena langkah mereka akan menjadi sangat berat dan pandangan mereka terganggu. Tak ada yang menyentuhku, aku lebih dulu berlari sebelum mereka sampai. Tak ada yang menghapus airmataku, karena tak ada yang tahu aku sedang menangis.
Toms kesayanganku mulai basah dan aku memutuskan untuk melepasnya, dan memasukkannya kedalam saku overall.
"Kau aman disini, sayang .."
Kemudian aku berlari. Aku mau kerumah Evan.
***
"Ting tong.. ! Ckriett "
"Boo! Sedang apa kau hujan-hujan begini??"
"Aku ingin bertemu Evan, tante .."
"Oh, Boo, aku benci harus mengatakan ini padamu, tapi, Evan, dia kecelakaan hari Sabtu lalu, sebuah mobil menabraknya, dan.." Tante Megan , Mama Evan menatapku.
"Baiklah, tante, Aku pulang dulu, terima kasih atas waktumu.." Aku terisak.
"BOO!!" kemudian Aku berlari lagi. Aku mau ke kuburan Evan, lagipula hujan masih deras, Mamaku dan Mama Evan takkan mencariku.
*
Disana sepi, dan kurasa hanya ada aku. Aku sedikit lelah sebenarnya, namun semua demi Evan, sahabatku yang sakit hati karenaku.. Aku mencari dan mencari. Tapi tidak ketemu juga. Ah! Evan sialan! Kau tidur dimana sih?!
Lalu mataku menangkap sesuatu, Aku berlari ke tempat itu.
Ada boneka kayu, yang sepertinya kukenal.. Oh, Aku tahu!
*
"Dia sedang dalam perjalanan ke rumahmu ketika semua ini terjadi. Dia bilang padaku kalau dia ingin mencabut kata-katanya, dan berharap kau datang kesana.. Namun, sebelum Ia sampai, semua sudah terjadi.." Mama Ev menenangkanku.
"Jika Ev mau menungguku lebih lama di Granny's Waffle, pasti Ia masih ada."
"Apa maksudmu, Boo?"
"Papa Buzz bilang kalau Ev tadi baru saja disana, hari Sabtu lalu. Aku disana, Mama Meg, Aku disana .." sedikit demi sedikit, air mataku berjatuhan.
"Ev menitipkan ini padaku, Boo.." Mama Ev menyodorkan boneka kayu buatanku itu.
"Dia bilang, dia sengaja berkata padamu bahwa dia tidak menyukainya karena kau memakai kaos Tom and Jerry bau-mu lagi waktu itu. Apa kau menjanjikan sesuatu sebelum hari itu?"
Aku tertawa. "Aku berjanji pada Ev, Aku akan memakai kaos lain, Mama Ev .. dan kurasa aku lupa merapikan rambutku."
"Yaa, dia menceritakan semua itu padaku. Jadi kau mau aku mencabutkan kata-kata Ev dulu itu?"
"Tentu, Mama Ev. Oh, Maafkan aku, Evan .. " Aku menaburi kuburannya dengan air hujan, hanya dengan air hujan. Mengapa? Aku yakin Evan menerimaku apa adanya. : )
Evan selalu mengerti saat Aku lupa, dan Evan selalu mengerti saat Aku selalu kesulitan, bahkan saat Ia tahu aku tak bisa mengingat apapun : ))
Brenda (Boo)
No comments:
Post a Comment