A i r u n t u k A p i
----------------------------------------------------------------------------------------
Sore itu laut begitu tenang, ombak telah memutuskan berhenti menjadi pemarah sejak beberapa hari lalu. Daun-daun berjatuhan, tak pernah marah pada angin yang menggugurkannya. Matahari harus segera sembunyi satu-dua jam lagi, dua elemen itu masih terduduk di tepi pantai. Membereskan sisa-sisa kerajaan pasir mereka yang tak jelas bentuknya. Sudah mereka layarkan perahu kertas bertuliskan mantra-mantra mematikan, yang jika mereka saling mengetahuinya, mungkin dunia ini akan terbalik. Mereka terdiam, bersitatap satu sama lain.
"Aku tak pernah ingin ada disini, sejujurnya."
"Tak pernah ada diantara kita yang ingin ada disini." ujar Api, tersenyum tipis. "Lebih baik kau segera pergi."
"Kenapa begitu?"
"Akan lebih menyenangkan untukku. Bukankah kau bilang kau tak ingin aku terluka lebih dalam?"
"Aku memang tak ingin. Tapi kenapa aku harus pergi?" Air menatap gamang wajah Api yang menengadah langit.
"Karena keberadaanmu disini bukan apa-apa selain hanya membuatku semakin terluka." Api pun menghembuskan nafas. "Menyakitkan saat menyadari kau bukan lagi penenang bagiku, menyakitkan saat kau datang hanya untuk menghibur, bukan membahagiakanku."
"Maaf, namun aku masih ingin tetap disini, tetap bersamamu walau aku bukan lagi aku yang dulu."
"Apa kau juga mengatakan itu padanya?" Air terdiam. Begitu lama, menyadari betapa bodohnya keputusan yang telah ia buat untuk mencoba. "Aku terlambat menyadari betapa kau begitu berarti,"
"Ya. Aku pernah memberimu kesempatan dan kau menyiakannya. Maka dari itu, pergilah sekarang karena aku tak akan memberimu kesempatan ketiga karena itu tak mungkin."
"Kau sendiri yang bilang, tak ada yang tak mungkin di dunia ini." bantah Air.
"Ya, mungkin juga untukku menciptakan mesin kloning di dunia ini, dan mengklon diriku sendiri. Kemudian kau datanglah pada Aku yang lain, aku sangat yakin dia pun akan memberikan kesempatan tak berbeda dengan yang pernah kuberikan padamu." nada Api mulai meninggi, "Ketahuilah, kau hanyalah pria kecil sok tahu dengan segala egomu yang ingin memiliki segalanya. Kau tak lebih kekanak-kanakan dariku, jadi berhentilah merengek seperti bayi."
"Kamu tak pernah mengerti.."
"Begitupun kamu."
Kedua elemen itu terdiam. Sediam bebatuan yang akhirnya lebur terkikis angin.
"Pergilah, cari kebahagiaanmu. Aku tahu kau tak menyadarinya sekarang, tapi aku yakin kau akan bahagia." kata Api.
"Jika aku pergi, itu pun karena kau yang menyuruhku pergi."
"Maka lakukanlah, karena cepat atau lambat kau akan menemukan alasan lain untuk pergi. Berlarilah karena kau akan kulupakan."
"Bagaimana jika aku tak bahagia?"
"Tengoklah ke belakang, aku adalah masa lalumu. Jika tiba waktunya kebahagiaan itu semu, berlarilah sekuat tenagamu menujuku, aku akan disana menunggumu seperti yang selalu kulakukan dulu. Di tempat yang sama, dengan rasa yang berbeda. Aku akan selalu selamanya seperti ini, menjemukan, selalu membuatmu marah, membuatmu menunggu, penuh misteri dan ketidakpastian yang memusingkanmu. Aku akan disana sebagai gadis kecil egois dengan segala kebodohan mempercayai cerita-cerita bohongmu, gadis kecil yang selalu bersiteguh untuk tetap mencintaimu walau tahu kau ingin sekali terlepas. Datanglah padaku, karena aku akan selalu seperti ini, selalu mencari kebahagiaan di setiap keputusan yang kau buat."
Air terdiam sejenak, menatap laut biru. Ia tak yakin apa yang harus ia lakukan selanjutnya, namun ia malah berkata "Aku akan bahagia, sehingga tak harus selalu merepotkanmu, membuatmu menangis dalam tidur dan mimpimu. Aku tak akan datang lagi karena aku hanya akan menjadi bekas luka yang tak pernah bisa kau sembuhkan. Maafkan aku, karena bahagiaku harus selalu menjadi tangismu."
"Tidak apa. Aku selalu menangis bahagia."
"Aku mencintaimu."
"Aku mencintai kebahagiaanmu."
Api dan Air pun berpegangan tangan diatas tanah. Api telah padam, dan Air telah kembali ke asalnya. Mereka berjanji tak akan saling jatuh hati lagi..setidaknya selamanya.
No comments:
Post a Comment