23.4.15
Waktu harus jadi pecundang
Ketika berjalan, saya tinggalkan dibalik punggung banyak sekali pertanyaan. Ditinggalkan pun dengan alasan: tidak ada yang sanggup menjawab. Tidak juga waktu. Seringkali saya mencemooh waktu hingga lelah sendiri. Waktu telah mengkhianati saya dalam berbagai perjanjian. Dimana ia menjanjikan kebenaran, dan pembuktian. Pada intinya, Waktu menawarkan saya hal manis yakni fakta--sesuatu yang tak sanggup disangkal dan dielak. Namun tak hanya sekali Waktu membuat saya terlihat bak pecundang. Waktu begitu egois dan sok tahu dan sok pintar. "Biarlah Waktu yang menjawab." hanya omong kosong. Selama ini saya percaya pada Waktu dan jalan yang kami lalui tidak membawa kami kemanapun. Biarlah, saya telah muak menunggu. Saya akan berjalan duluan, balik mengkhianati Waktu. Akan saya balaskan dendam saya, Waktu harus jadi pecundang--abu kremasi dibawah kaki kaki saya. Saya sendiri yang akan menjawab sekian pertanyaan yang tak sanggup ia jawab. Waktu terlalu bodoh. Sebab pertanyaan saya terlalu sederhana: mengapa?