24.2.15

Rumah Baru

Selama hujan, seluruh penyendiri di muka bumi ini merapat ke balik jendela. Menuliskan nama-nama yang mereka cinta. Menggali lagi kuburan kenangan masa lalu, mengungkit-ungkitnya secara sukarela. Tak terkecuali diriku. Aku menyukai musim hujan diatas segala cuaca meski belum pernah merasakan salju yang sesungguhnya. Jadi, disinilah aku. Termangu, bergantian memandang antara langit dan kendaraan juga manusia lalu-lalang menerobos hujan. Bertanya-tanya untuk apa sejatinya jas hujan diciptakan karena Tuhan bilang hujan itu pembawa berkah. Mengapa manusia harus melindungi diri mereka layaknya hujan adalah musuh? Mengapa mereka takut basah kuyup oleh berkah?



Hari ini, matahariku tepat berjaga diatas kepala. Siap menemani kakiku melangkah kemana saja. Aku selalu tahu kemana harus berjalan meski tanpa kompas. Awalnya akan selalu sulit, namun tidak ada salahnya mencoba. Banyak yang bilang, kamu bisa mulai dari mana saja kamu berdiri sekarang. Jujur saja aku menggenggam kata-kata itu, tidak ingin kehilangan tiket menuju tempat rekreasiku. Kurasa aku berhak atas tiket itu. Aku adalah aku yang baru sekarang, dan aku tidak (pernah) peduli apa yang dunia teriakkan didepan wajahku. Seringkali memang dunia itu kejam, mau ngapa-ngapain disuruh ngaca dulu. Apa-apa disuruh melihat dari sisi lain, disuruh memahami. Tapi aku masih punya hak, anyway. Aku berhak untuk tidak peduli sejenak atau selamanya kepada siapapun. "Aku berhak egois." begitu kataku.


Tapi aku ingat dongeng yang aku baca tentang sebuah kelinci porselen, Edward Tulane, yang buta akan kasih sayang. Aku ingat waktu dia tercebur ke laut dan berusaha memanggil nama gadis pemiliknya. Saat itu Edward begitu yakin bahwa pemiliknya akan menyelamatkannya, saking sombongnya. Namun yang ada, semakin keras dia memanggil dia malah terjatuh lebih dalam dalam kegelapan palung laut. Kemudian suatu hari ia ditemukan, namun bukan oleh pemilik aslinya. Namun kecelakaan selalu saja terjadi hingga akhirnya dia harus berpindah-pindah tangan dari satu pemilik ke pemilik yang lain.  Hingga sampai suatu hari, ia ditemukan oleh seorang dokter, yang kemudian memutuskan untuk menjualnya. Edward diletakkan di etalase berdampingan dengan boneka-boneka porselen lain. Bertahun-tahun, tidak ada yang sudi membelinya. Edward menjadi putus asa karena setiap hari harus menyaksikan boneka-boneka lain diambil oleh orang yang ingin menyayanginya. Edward sungguh ingin dicintai lagi, namun ia bagai kehilangan harap. Kemudian sebuah boneka mengatakan padanya "Bukalah hatimu. Akan ada yang datang. Akan ada yang datang."

Dan setelah bertahun-tahun di penghujung musim semi, gadis itu datang. Gadis yang dulu memilikinya dan mencintainya dengan sepenuh hati. Gadis yang selalu disepelekan olehnya, kini sedang berdiri dibalik etalase memandangi dirinya.

"Ya. Ya. Ini aku. Ambillah aku. Bawalah aku pulang. Bermainlah denganku. Sayangilah aku." kata Edward dalam hatinya. Akhirnya, gadis itu membawa pulang Edward kerumah. Edward merasa begitu bahagia dan air matanya berlinangan. Edward akhirnya pulang, Edward akhirnya dicintai lagi.




Aku tidak ingin seperti Edward.
Meskipun tidak ada yang tahu, akupun tidak tahu selama ini pintu hatiku terbuka atau tertutup. Apakah selama ini seseorang itu hanya duduk termangu dibalik pintu yang kukunci rapat? Apakah dia berusaha mengetuknya tapi tak pernah kusambut? Apakah pintu itu telah terbuka hingga dia masuk dan akhirnya berhasil mengobrak-abrik seisi rumahku? Aku tidak pernah tahu.


Tetapi kini aku adalah seseorang yang baru. Dengan hati yang baru pula. Aku memiliki rumah baru, dan aku sedang mendandaninya sekarang. Setiap hari aku bekerja keras mencari modal untuk bisa mendekorasi rumahku dengan baik. Setiap hari aku membersihkan lantai, mengecat tembok, dan menyirami bunga-bunga di tamanku. Dan aku akan terus begitu entah sampai kapan lamanya. Aku tidak tahu kapan rumahku akan menjadi cukup bagus atau benar-benar siap untuk ditinggali. Yang aku tahu, akan ada yang bertamu ke rumahku. Akan ada yang mengetuk pintuku, sekedar menyapa selagi aku bekerja, dan akhirnya akan ada yang kuizinkan untuk masuk.

Aku akan berlari kencang hingga akhirnya tertabrak seseorang. Kurasa, aku masih harus banyak-banyak belajar tentang cara untuk menjadi bahagia. Mungkin caraku seperti ini bisa membuat beberapa orang tidak bahagia. Namun bukankah manusia akan saling menyakiti hingga mereka mati? Dan bukankah kadang menyakiti adalah satu-satunya cara untuk bahagia? :)

Aku ingin bahagia. Maka dari itu mari kita saling menyakiti agar kita bisa sama-sama bahagia.
Semoga kamu bahagia selalu. Now would you wish me just the same?