29.11.15

Aleika Mencinta




Lagi, tentang cinta yang selalu rumit.

Sekali lagi, Tuhan mengirimkan malaikat dengan kantung-kantung pikiran tersampir di kedua pundaknya. Malaikat itu akhirnya kuketahui bernama Aleika. Ia menyuruhku memanggilnya Leika. Sebelumnya, kukira ia hanyalah manusia biasa sebab dari perawakan, pakaian, dan caranya memperlakukan sesama, ia benar-benar sangat seperti manusia. Sudah lama aku berteman dengannya, sudah hampir empat tahun ini. Waktu mendewasakan raga dan juga persahabatan yang kami miliki, semakin baik setiap harinya. Dan jujur saja, sejauh ini, persahabatanku dengan Leika merupakan persahabatan terbaik dan terideal yang pernah kumiliki sepanjang usiaku. Kami bertukar banyak cerita melalui setiap isapan kopi dan susu jahe hangat. Namun bukan itu yang terpenting. Dari cerita itu, kami berpendapat. Dan dengan berpendapat, kami saling meminjamkan dunia yang kami miliki. Begitu hangat dan ringan secara bersamaan. Saat-saat bersama Leika merupakan waktu yang sangat kuhargai. Bersamanya, aku lupa tentang ocehan lelaki basa-basi untuk dituliskan di buku nikahku kelak. Bersamanya, yang ada hanya sekarang, aku dan dia. Bersamanya, tidak ada yang namanya pura-pura, dan hidup ini indah begini adanya. Bersamanya, adalah sempurna. Selama kurang lebih empat tahun ini, begitulah persahabatan kami berlangsung.

Malam itu, tidak seperti biasanya, Leika memintaku untuk meluangkan waktu sebentar. Ia bilang bahwa ia ingin bercerita tentang segala hal yang memberatkan hatinya. Tak pernah aku melihat Leika segusar itu selama ini. Ia hampir tak pernah memohon untuk meminta bantuan. Seluruh hidupnya ia habiskan untuk memberi. Ia selalu nampak sebagai pria yang keasyikan bermain di dunia fantasinya hingga sering lupa diri, lupa rumah. Namun kali ini sepertinya ia lelah bermain dan ingin pulang, barangkali minta dipijit kaki-kakinya yang lelah.

“Aku ingin kamu mendengarkan ceritaku. Tolong ya luangkan waktumu.” Katanya.

Aku, yang sejujurnya hari itu banyak rencana, segera menanggalkan beberapa demi Leikaku satu-satunya ini. Demi melihat sepatah-dua patah kata darinya, demi mendengar dia mengeluh untuk kedua kalinya, setelah keluhan pertamanya saat masih jadi mahasiswa baru dulu.

“Aku nggak jadi pergi, buruan cerita.”
“Ah oke aku selebrasi dulu.”

Yah, itulah Leikaku. Entah apa yang dimaksudnya dengan selebrasi, yang jelas ia meninggalkanku dan membuatku menunggu selama kurang lebih lima menit sebelum pesannya selanjutnya menggetarkan ponselku.

“Hei, aku bingung mulai dari mana.” Entahlah. Hari ini Leika aneh sekali. Ia tidak pernah bingung sebelumnya.
“Dari awal lah.” Sahutku kemudian yang…tentu saja. Ayolah.

Dan selanjutnya yang aku tahu, ia bercerita tentang Alena. Gadis yang sejak lama menarik perhatiannya. Tanpa tedeng aling-aling, ia pun bercerita tentang kegundahannya dan akulah yang harus merenungi tiap kata yang diucapkannya..

“Setelah melalui sebuah rangkaian kontemplasi yang panjang, dengan kesadaran penuh akan rintangan dan halangan yang ada, dengan menyebutkan kemungkinan pesaing yang cukup berat berupa junior tampan dengan mobil mewah, Saya Leika, memutuskan untuk kembali ke jalan perjuangan atas gadis yang selama ini saya tahu saya cinta, yaitu Alena.”

“Saya tidak akan muluk-muluk dalam perjuangan ini mengingat kemungkinan berhasil yang amat kecil. Oleh sebab itu, saya hanya akan melakukan segala upaya terbaik. Contohnya, saya mau berada di sekitar dia ketika dia butuh sesuatu, berusaha menjadi superman dia, meskipun ya…kecil kemungkinan dia melihat saya. Namun saya tidak peduli.”

“Mencintai Alena telah mengubah hidup saya menjadi lebih baik, demikian kepribadian saya sebagai seorang pria, telah menjadi lebih baik pula. Dengan mencintai Alena, saya mulai mengurangi segala kebiasaan buruk saya.”

“Memang jika dibandingkan dengan junior tersebut, saya terlihat tidak ada apa-apanya. Namun saya berpikir demikian, oke, ada junior yang tinggi, besar, good looking, bawa mobil dan keren. Namun kita tidak tahu apakah dia memberi segala yang dia punya untuk Ale. Semisal dia punya lima apel, apakah dia akan ngasih kelima-limanya untuk Ale? Sebab yang saya tahu, saya cuma punya dua, namun semuanya saya kasih untuk Ale. Demikian analoginya.”

“Mawar yang dia kasih ke saya setelah kami berdansa malam itu, saya simpan baik-baik di kamar saya. Meski layu, akan saya rawat mawar itu. Akan saya kasih ke dia lagi suatu hari ketika saya jujur. Bunganya, dia tanyakan ada dimana. Dan saya jawab bahwa bunganya hilang, padahal aslinya saya bawa pulang dan saya rawat. Saya ganti airnya setiap hari. Dengan mawar yang saya curi itu saya ingin menunjukkan pada Ale bahwa meski kita nggak bisa melawan ketentuan alam, saya tetap bisa merawatnya. Tidak saya buang begitu saja, karena saya tahu ada sesuatu yang spesial di dalam ketidakmungkinan yang patut diperjuangkan itu. Persis seperti keadaan Ale dan saya sekarang ini.”

“Dan dengan demikian cinta saya terhadap Ale tulus, tanpa pernah saya harapkan balasannya. Dengan mencintai Ale saya percaya bahwa cinta itu menguatkan. Tidak pernah saya marah karena hal receh-receh, saya malas sakit hati lagi. Saya hanya ingin lakukan semua yang saya bisa untuk bikin Ale bahagia. Saya melakuakan semuanya untuk Ale tanpa karena.”

“Memang terlihat picisan, namun persetan! Saya tidak pernah jatuh sedalam ini. Sekian.”


Malam itu, aku melihat Leika sebagai seorang yang berbeda. Aku memuji diriku sendiri karena telah menjadi seorang yang setia, melihat Leika tumbuh menjadi seorang pria sejati yang sanggup mencintai seseorang tanpa karena. Tiga tahun lalu, Leika masih suka merengek soal kekasihnya yang lalu, yang kini sudah mulai mencinta lagi. Sedang ia merana mencari seseorang untuk dicinta lagi. Enam bulan lalu, melalui sesapan kopi dan susu jahe hangat di malam yang dingin bekas hujan, akhirnya Leika mengajukan sebuah nama. Nama itu adalah Alena. Nama yang sanggup menenggelamkan seluruh hatinya hingga jatuh sedalam-dalamnya.

Malam itu, Leika menerapkan konsep mencintai yang selalu kami agung-agungkan di hari-hari lalu. Konsep yang menjadi dasar tolok ukur bagaimana manusia seharusnya mencintai. Konsep yang membuat kami berani mati daripada menjalani hidup dengan cinta ala-ala.

Selama ini, Leika kira aku yang akan lebih dulu menemui pria itu. Namun kamu salah, Leika. Nyatanya, kamu duluan yang menemukan gadis itu. You little lucky bastard. You who loves with all your flaws, proudly. Selamat mencintai, Leika. Ale adalah wanita paling beruntung karena dicintai oleh orang seperti kamu. Kuharap, Tuhan menyisakan satu Leika lagi di belahan bumi manapun khusus untukku.

Sebab aku bisa, dan aku ingin, mencintai seperti Leika.




No comments:

Post a Comment